**Pengawalkebijakan.id** – Dugaan penyimpangan anggaran kembali mencuat di lembaga legislatif Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut). Kali ini, sorotan tertuju pada belanja makan minum (MaMi) rumah tangga pimpinan DPRD Bolmut periode 2019–2024, yang diduga tidak sesuai dengan nomenklatur anggaran yang semestinya. Kasus ini mengendap di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bolmut tanpa kejelasan lebih lanjut, memicu pertanyaan serius dari pengawas kebijakan dan masyarakat.
Freddy R.J. Tulangow, SH, MH, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK), mengungkapkan bahwa anggaran yang dipersoalkan mencapai Rp100 juta per tahun untuk masing-masing pimpinan DPRD. Dengan tiga pimpinan DPRD dan masa jabatan lima tahun, total anggaran yang dipertanyakan mencapai Rp1,5 miliar.
“Jika pimpinan DPRD sudah menerima tunjangan perumahan karena tidak tinggal di rumah dinas, semestinya tidak ada lagi pembebanan anggaran makan minum yang menggandakan beban negara. Ini sangat tidak sesuai dengan nomenklatur dan patut diduga sebagai penyalahgunaan anggaran,” tegas Freddy dalam keterangan resmi, Kamis (23/4/2025).
Freddy menjelaskan apakah peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD serta Permendagri Nomor 62 Tahun 2017 tentang Pengelompokan dan Rincian Belanja telah mengatur bahwa tunjangan perumahan menggantikan fasilitas rumah dinas, termasuk biaya operasional seperti makan minum.
“Artinya, jika mereka sudah mendapat tunjangan perumahan, tidak boleh ada lagi anggaran makan minum yang dibebankan ke negara. Ini jelas tumpang tindih dan berpotensi merugikan keuangan daerah,” ujarnya.
Meski laporan dugaan penyimpangan ini telah mencuat sejak akhir 2024, Kejari Bolmut belum menetapkan satu pun tersangka. Freddy menilai kelambanan ini mengindikasikan lemahnya penegakan hukum di daerah.
“Kasus ini mengundang tanda tanya besar. Jika aparat penegak hukum tidak bertindak tegas dan transparan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi akuntabilitas keuangan daerah,” tegasnya.
Ia meminta Kejari Bolmut segera memproses laporan tersebut sesuai prosedur hukum. “Publik menunggu kejelasan. Jangan sampai kasus ini dibiarkan menguap begitu saja,” tambah Freddy.
Sementara itu, Ketua DPRD Bolmut periode 2019–2024, yang namanya belum diungkap secara resmi, sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan anggaran makan minum telah sesuai dengan kebutuhan operasional. “Semua pengeluaran telah melalui proses verifikasi dan sesuai dengan peraturan,” kata salah satu mantan pimpinan DPRD yang enggan disebutkan namanya.
Namun, argumen ini dibantah Freddy. “Jika mereka sudah terima tunjangan perumahan, berarti biaya makan minum sudah termasuk di dalamnya. Tidak boleh ada double payment,” tegasnya.
Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan daerah. Jika benar terjadi penyimpangan, maka Rp1,5 miliar uang rakyat telah digunakan tidak semestinya.
Beberapa analis kebijakan publik menyoroti lemahnya pengawasan internal di DPRD Bolmut. “Ini menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan anggaran di tingkat daerah masih rentan manipulasi,” kata Rudi Hartono, pengamat tata kelola pemerintahan.
Selain itu, keengganan Kejari Bolmut menindaklanjuti laporan juga memunculkan spekulasi adanya intervensi politik. “Harus ada tekanan dari pusat jika penegakan hukum di daerah tidak berjalan,” saran Rudi.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Bolmut mulai menyuarakan tuntutan investigasi independen. “Kami minta BPKP atau inspektorat provinsi turun tangan memeriksa kasus ini,” kata Ahmad Yani, koordinator LSM Bolmut Transparan.
Masyarakat juga meminta DPRD Bolmut periode sekarang untuk membuka dokumen anggaran terkait. “Transparansi adalah kunci. Jika tidak ada yang disembunyikan, mengapa tidak dibuka?” tanya Yani.
### **Pertanyaan Kunci yang Perlu Dijawab**
1. **Apakah Kejari Bolmut memiliki kapasitas untuk mengusut tuntas kasus ini?**
– Jika tidak, apakah perlu intervensi Kejati Sulut atau KPK?
2. **Bagaimana mekanisme pengawasan anggaran di DPRD Bolmut?**
– Apakah Badan Anggaran atau Inspektorat Daerah melakukan pemeriksaan rutin?
3. **Adakah indikasi pelanggaran pidana seperti penggelapan atau korupsi?**
– Jika ya, mengapa hingga kini belum ada penetapan tersangka?
Freddy menegaskan bahwa Komnas LP-KPK akan terus mendorong proses hukum. “Kami siap mendukung penyelidikan dengan memberikan data dan analisis hukum jika diperlukan,” ujarnya.
Ia juga meminta agar KPK atau Kejaksaan Agung turun tangan jika Kejari Bolmut dinilai tidak serius menangani kasus ini. “Jangan biarkan kasus kecil seperti ini menjadi contoh buruk bagi daerah lain,” tegasnya.
Kasus dugaan penyimpangan belanja MaMi DPRD Bolmut 2019–2024 menjadi ujian bagi integritas pemerintah daerah dan penegak hukum setempat. Jika dibiarkan, hal ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran daerah.
Kejari Bolmut harus segera mengambil langkah konkret, baik dengan memeriksa saksi, mengumpulkan bukti, atau menetapkan tersangka. Di sisi lain, DPRD Bolmut harus terbuka dalam mempertanggungjawabkan anggaran tersebut.
Masyarakat menunggu tindakan nyata, bukan sekadar janji. Jika tidak, kasus ini akan menjadi contoh buruk bagaimana penyimpangan kecil dibiarkan—dan pada akhirnya, merusak tata kelola pemerintahan yang sehat.
**Editor: Redaksi Pengawalkebijakan.id**