Dari Miskomunikasi ke Sinergi: Polres Tanah Laut dan LPKPK Perkuat Kolaborasi Demi Keadilan dan Keamanan
pengawalkebijakan.id -KALSEL Tanah Laut Sebuah ruang pertemuan di Mapolres Tanah Laut pada Senin (13/10/2025) pagi, awalnya diwarnai nuansa tegang yang tersisa dari kesalahpahaman beberapa pekan terakhir. Namun, nuansa itu berangsur-angsur mencair, berganti dengan jabat tangan, senyuman, dan permintaan maaf yang tulus. Di meja itu, duduk berhadapannya dua institusi: AKBP Ricky Boy Siallagan, S.I.K., M.I.K., beserta jajarannya, mewakili kepolisian, dan H. Iswandi, Ketua Komisi Cabang Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LPKPK) KALSEL Tanah Laut, bersama para anggotanya, mewakili suara masyarakat sipil. Pertemuan yang digelar atas undangan Kapolres ini menjadi titik balik penting dalam merajut kembali komunikasi yang sempat terputus.

Agenda utamanya adalah meluruskan “miss komunikasi” yang terjadi belakangan ini, khususnya menyangkut penanganan laporan yang diajukan LPKPK ke Polres Tanah Laut. Pertemuan ini bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah langkah strategis untuk membangun fondasi sinergi yang kokoh demi Ketenteraman dan Keadilan di Bumi Lambung Mangkurat.
Duduk Perkara: Bukan Penolakan, Tapi Ajakan Mediasi
Isu yang sempat menggegerkan kalangan aktivis dan penggiat LSM di Kalimantan Selatan ini berawal dari kesan bahwa Polres Tanah Laut menolak menerima pelaporan yang dilayangkan oleh LPKPK. Kesan ini menciptakan narasi ketegangan antara penegak hukum dan lembaga pengawas.

Dalam konferensi pers terbatas usai pertemuan, Kapolres AKBP Ricky Boy Siallagan dengan tenang namun tegas meluruskan kesalahpahaman tersebut. “Dalam agenda silahturahmi tersebut, kami meluruskan terkait kesalahpahaman antara pihak polres dengan LPKPK terkait penolakan pelaporan yang dilayangkan ke Polres Tanah Laut. Sebetulnya tidak menolak, tapi diajak ketemuan dulu sama Kapolres barangkali bisa dimediasi secara kekeluargaan sebelum dilakukan pelaporan,” ungkap Kapolres yang karismatik itu.
Penjelasan ini mengungkapkan paradigma yang coba dibangun oleh Polres Tanah Laut. Pendekatan hukum tidak selalu harus dimulai dengan proses formal yang kaku. Nilai-nilai kearifan lokal, yaitu penyelesaian secara kekeluargaan, dijadikan opsi pertama. Hal ini sejalan dengan upaya Polri untuk mendorong restorative justice, di mana perdamaian dan penyelesaian di luar pengadilan menjadi prioritas untuk kasus-kasus tertentu, guna mencegah eskalasi konflik dan menghemat sumber daya hukum.
“Kedepannya, pihak Polres Tanah Laut minta saling bersinergi dalam hal apapun, termasuk mengondusifkan Kalimantan agar tentram, nyaman, tidak ada perselisihan apapun. Bentuk permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan kekeluargaan tanpa ada kekerasan,” tambah Ricky Boy menegaskan komitmennya.
H. Iswandi, Ketua LPKPK Cabang Tanah Laut, mengakui bahwa pertemuan tersebut berlangsung dengan atmosfer yang positif. “Pertemuan yang dihadiri Kapolres dan jajarannya, serta pengurus LPKPK, penuh hikmad dan saling menghargai. Ini benar-benar mencairkan suasana yang terjadi gara-gara miskomunikasi,” ujarnya.
Ia menggambarkan bagaimana kedua belah pihak duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, membahas pokok permasalahan tanpa saling menyudutkan. Dialog yang konstruktif inilah yang pada akhirnya mengantarkan pada kesepahaman bersama. “Setelah suasana mencair, pihak Polres juga minta maaf, begitupun juga pihak LPKPK. Kami semua saling memaafkan. Kedepannya bisa bersinergi dalam hal apapun agar keamanan terjaga,” tutur Iswandi.
Permintaan maaf yang disampaikan secara timbal balik ini menjadi simbol rekonsiliasi yang powerful. Ia menunjukkan kedewasaan kedua belah pihak dalam mengelola konflik dan memiliki komitmen yang lebih besar untuk kepentingan masyarakat luas.
Salah satu poin krusial yang dibahas dan menjadi perhatian publik adalah nasib pelaporan yang diajukan LPKPK, yang dalam hal ini disebutkan menyangkut PT ARUTMIN. Menanggapi hal ini, Kapolres memberikan penegasan yang gamblang dan menenteramkan.
“Pelaporan pihak LPKPK kepada PT ARUTMIN langsung diterima dan diproses oleh anggota Reskrim Polres Tanah Laut. Semoga proses pelaporan ini bisa berjalan sesuai aturan yang ada, tidak ada keterpihakan satu sama lain,” tegas AKBP Ricky Boy.
Lebih lanjut, ia mengucapkan janji yang berprinsip pada asas equality before the law. “Kapolres AKBP Ricky Boy Siallagan, S.I.K., M.I.K., berjanji akan memproses sesuai undang-undang yang berlaku, tidak memandang siapapun karena semua orang sama dimata hukum.”
Pernyataan ini penting untuk mengikis keraguan dan membangun kepercayaan publik terhadap institusi Polri. Janji untuk bersikap impersonal dan berpegang teguh pada kitab undang-undang merupakan fondasi dari penegakan hukum yang berintegritas.
Di sisi lain, LPKPK menyambut baik hasil pertemuan ini. H. Iswandi menyampaikan kepuasannya atas langkah progresif yang ditunjukkan oleh Kapolres Tanah Laut. “Kami sangat puas dengan hasil pertemuan dengan pihak Polres Tanah Laut. Kami memberikan apresiasi kepada pihak Polres Tanah Laut yang tidak berpihak kepada siapapun, memproses siapapun yang melanggar aturan hukum yang ada,” pujinya.
Apresiasi ini tidak berhenti di situ. Iswandi juga menyampaikan harapannya agar model kolaborasi dan komunikasi yang dibangun di Tanah Laut ini dapat diikuti oleh kepolisian di daerah lainnya. “Harapan kami, semoga Polres-Polres yang lain juga sama, mengikuti jejak Polres Tanah Laut,” imbuhnya.
Ke depan, LPKPK berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dengan aparat kepolisian. “Kedepannya, kita akan selalu berkoordinasi dengan Polres dalam melakukan advokasi kepada masyarakat marginal. Agar kedepannya kita tidak salah langkah,” ucap H. Iswandi menutup wawancara.
Pernyataan ini mengindikasikan sebuah perubahan paradigma dari potensi konfrontasi menjadi kolaborasi. LPKPK, yang selama ini menjadi corong bagi masyarakat marginal, menyadari bahwa efektivitas advokasi mereka akan semakin besar jika berjalan beriringan dengan penegak hukum.
Pertemuan antara Polres Tanah Laut dan LPKPK ini bukan sekadar isu lokal. Ia adalah sebuah miniatur dari dinamika relasi negara (dalam hal ini aparat penegak hukum) dengan masyarakat sipil yang diwakili LSM.
1. Pentingnya Komunikasi Proaktif: Inisiatif Kapolres untuk mengundang dan berdialog menunjukkan kepemimpinan yang proaktif. Banyaknya konflik seringkali berakar dari kegagalan komunikasi, dan langkah dini untuk “meluruskan miss komunikasi” adalah strategi yang cerdas.
2. Restorative Justice vs Legal Formalisme: Penjelasan Kapolres tentang mengajak mediasi terlebih dahulu mencerminkan pendekatan hukum yang lebih manusiawi. Meski demikian, penegasan bahwa proses hukum tetap berjalan untuk laporan yang sudah masuk menunjukkan keseimbangan antara pendekatan kekeluargaan dan kepastian hukum.
3. Membangun Trust: Kunci dari penegakan hukum yang efektif adalah kepercayaan publik. Saling memaafkan dan komitmen untuk transparan yang ditunjukkan dalam pertemuan ini adalah investasi jangka panjang untuk membangun trust tersebut. Masyarakat akan lebih percaya dan patuh pada hukum jika mereka melihat institusinya adil dan terbuka.
4. Peran LSM sebagai Mitra Kritikal: LPKPK, melalui fungsi pengawasannya, bertindak sebagai mitra yang kritikal. Dengan sinergi yang baik, kritik dan laporan dari LSM dapat menjadi umpan balik yang berharga bagi kepolisian untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitasnya.
Senin, 13 Oktober 2025, akan tercatat sebagai hari bersejarah bagi hubungan antara Polres Tanah Laut dan LPKPK KALSEL. Dari rahim miskomunikasi, lahir sebuah kesepahaman yang lebih dalam. Dari ketegangan, tumbuh komitmen untuk bersinergi.
Pesan yang mengemuka jelas: Hukum harus ditegakkan dengan tegas, tetapi juga dengan bijak dan berperikemanusiaan. Pendekatan kekeluargaan dan mediasi bukanlah bentuk pelemahan hukum, melainkan penyempurnaan, yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Dengan komitmen bersama yang telah dibangun, harapan untuk mewujudkan Tanah Laut, dan Kalimantan Selatan pada umumnya, yang lebih tentram, nyaman, dan berkeadilan, bukan lagi sekadar wacana. Ia adalah sebuah tujuan yang sedang dijayakan bersama, langkah demi langkah, melalui dialog dan kolaborasi yang tulus. Sinergi antara “panah” hukum dan “pelita” masyarakat sipil inilah yang akan menerangi jalan menuju Indonesia yang lebih adil dan makmur.
Redaksi: pengawalkebijakan.id kalsel
