
pengawalKebijakan.id – Ratusan massa Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP) kembali menggema di Jakarta. Kamis, 25 September 2025, mereka bergerak dari kantor PT. Astra Agro Lestari (AAL) Tbk, berlanjut ke Kantor Astra Internasional, hingga akhirnya memenuhi halaman Kejaksaan Agung RI (Kejagung).
Tuntutan mereka tegas: hentikan kriminalisasi terhadap warga Pasangkayu dan usut tuntas dugaan mega korupsi yang menyeret Grup Astra Agro Lestari melalui anak perusahaannya, PT. Letawa, PT. Mamuang, dan PT. Pasangkayu.
29 Tahun Jadi Korban

Usung Isu Kriminalisasi, Perampasan Lahan, dan Dugaan Mega Korupsi
Koordinator Aksi APSP, Donny Manurung, dengan lantang menegaskan bahwa sudah 29 tahun rakyat Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, hidup dalam penindasan yang ia sebut sebagai praktik sewenang-wenang perusahaan.
“Tanah rakyat dirampas, plasma tidak diberikan, hutan dirambah, dan warga dikriminalisasi. Sudah ada penyitaan 861,7 hektar oleh Satgas PKH di wilayah PT. Pasangkayu. Itu seharusnya jadi pintu masuk Kejagung untuk menetapkan tersangka, bukan berhenti pada penyitaan administratif,” teriak Donny di hadapan ribuan massa.
“Fakta Baru: Data Penyitaan Diduga Manipulatif”
Dalam sidang di Kejaksaan Negeri Pasangkayu, fakta mengejutkan terungkap. Saat diminta menunjukkan sertifikat HGU, pihak CDO PT. Pasangkayu hanya memperlihatkan peta dalam handphone, bukan dokumen resmi.
Lebih jauh, CDO mengakui bahwa lahan HGU PT. Pasangkayu hanya 5.008 hektar, jauh di bawah total lahan yang dikelola perusahaan, yakni lebih dari 9.000 hektar. Artinya, penyitaan 861,7 hektar yang dilakukan Satgas PKH hanyalah sebagian kecil dari praktik penguasaan ilegal yang lebih luas.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar:
“Ada apa antara PT. Pasangkayu, anak usaha Astra Agro Lestari, dengan Satgas PKH? Mengapa penyitaan berhenti di angka 861 hektar, padahal ribuan hektar lain jelas bermasalah?”
Massa menegaskan, Kementerian ATR/BPN dan Kejagung RI harus turun tangan dengan langkah yang tegas dan profesional demi keadilan rakyat.
Tuntutan Tegas: Sita Semua Lahan Ilegal
“Sita seluruh lahan yang dirambah di kawasan hutan lindung, dan tetapkan perusahaan sebagai tersangka. Jika tidak, Kejagung sama saja ikut melindungi korporasi rakus,” tegas Donny.
Dalam aksi tersebut, APSP membacakan tujuh tuntutan utama:
1. Hentikan kriminalisasi terhadap petani.
2. Akhiri provokasi dan adu domba masyarakat.
3. Kembalikan lahan rakyat di luar HGU.
4. Realisasikan plasma 20 persen sesuai aturan.
5. Copot pimpinan anak usaha Astra Agro dari tiga Pt di Pasangkayu.
6. Pecat aktor konflik lapangan yang diduga berperan mengkriminalisasi warga terutama Para Oknum Polres Pasangkayu.
7. Usut dugaan mega korupsi, termasuk audit pajak, izin lingkungan, dan kewajiban plasma.
Respons Perusahaan & Kejagung
Pihak Humas PT. Astra Agro Lestari yang menerima perwakilan massa menyampaikan bahwa perusahaan menghormati hak warga untuk menyampaikan aspirasi. Mereka berjanji akan meneruskan semua tuntutan ke direksi dan membuka ruang komunikasi.
“Kami terbuka untuk dialog. Semua dokumen yang diserahkan APSP sudah kami terima dan akan ditindaklanjuti,” ujar perwakilan Humas AAL.
Sementara itu, perwakilan Kejagung RI menegaskan bahwa seluruh laporan sudah diterima dua bulan lalu. “Kami menjamin penegakan hukum dilakukan profesional, transparan, dan akuntabel. Jika terbukti ada kriminalisasi oleh aparat di Kejari Pasangkayu, tentu akan dilakukan pemeriksaan,” tegas pejabat Humas Kejagung.
Perjuangan Belum Usai
Bagi APSP, konflik Pasangkayu bukan lagi sekadar sengketa agraria, melainkan sudah masuk ke ranah mega korupsi sumber daya alam. Mereka menegaskan tak akan berhenti menekan Kejagung sampai ada penyitaan menyeluruh, penetapan tersangka, serta pencopotan pejabat Kejari Pasangkayu yang dianggap tidak profesional.
“Rakyat bersatu tidak bisa dikalahkan”.
Yang ilegal justru perusahaan yang merambah hutan dan menguasai tanah tanpa dasar hukum,” tutup Donny, disambut pekik massa.
Aksi ini diyakini baru menjadi awa