Komda LP-K.P.K Sulbar Gugat Narasi Sepihak FaktaDelik.com: “Jangan Butakan Keadilan Rakyat Pasangkayu!”
pengawalkebijakan.id | PASANGKAYU Polemik lahan sitaan Satgas Penyelamatan dan Pemulihan Keuangan Negara (PKH) Pasangkayu kembali memanas. Kali ini bukan sekadar konflik agraria, melainkan pertarungan antara kebenaran dan kepentingan.
Sumbernya: pemberitaan sepihak dari media FaktaDelik.com yang menuding masyarakat melakukan penguasaan ilegal atas lahan sitaan Satgas PKH.
Pemberitaan bertajuk “Aktivis Geram, Desak Satgas PKH Pasangkayu Hentikan Pembiaran Aktivitas Ilegal di Lahan Sitaan” yang dimuat pada 17 Oktober 2025 itu, mengutip pernyataan seorang bernama “Bung Dedi” melalui pesan WhatsApp. Dalam rilisnya, ia menuding masyarakat yang berada di sekitar plang Satgas PKH melakukan aktivitas ilegal dan meminta kelompok itu dibubarkan.
Namun, tudingan itu dibantah keras oleh Komisi Daerah (KOMDA) Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-K.P.K) Provinsi Sulawesi Barat, selaku pendamping masyarakat Pasangkayu yang selama ini berjuang menuntut hak atas tanah ulayat mereka.
Masyarakat Bukan Perambah, Tapi Penuntut Hak Ulayat
Menurut Komda LP-K.P.K Sulbar, masyarakat Pasangkayu tidak sedang menyerobot tanah negara, melainkan menuntut hak atas tanah adat yang telah dirambah dan dikuasai PT. Pasangkayu, anak perusahaan raksasa Astra Agro Lestari (AAL), selama kurang lebih tiga dekade.
“Kalau mau bicara keadilan, seharusnya PT. Pasangkayu yang duluan diperiksa, bukan rakyat yang menuntut haknya. Selama 29 tahun masyarakat menjadi korban perampasan, kini malah dituding sebagai pelaku ilegal. Ini pembalikan fakta yang melukai nurani bangsa,” tegas perwakilan Komda LP-K.P.K Sulbar dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).
Komda LP-K.P.K Eliasib., juga mengungkapkan berbagai pelanggaran serius yang diduga dilakukan oleh perusahaan, antara lain:
Perambahan tanah negara selama ±30 tahun.
Perampasan tanah ulayat masyarakat Pasangkayu.
– Penanaman sawit di areal APL (Areal Pemanfaatan Lain) tanpa izin yang sah.
– Kewajiban plasma 20% yang tidak pernah direalisasikan hingga kini.
– Pelanggaran tata ruang DAS, di mana areal pinggir sungai besar (100 meter) dan kecil (50 meter) tetap ditanami sawit.
– Status HGU tidak jelas, bahkan memotong kawasan hutan lindung dan perkampungan warga.
– Perambahan hutan lindung seluas ±861,7 hektare, sebagaimana disita oleh Satgas PKH.
Pelanggaran yang Dapat Dipidana
Komda LP-K.P.K Eliasib., mengingatkan bahwa apa yang dilakukan oleh korporasi seperti PT. Pasangkayu bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan tindak pidana lingkungan dan kehutanan sebagaimana diatur dalam berbagai undang-undang:
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
Pasal 17 ayat (1) menegaskan:
“Setiap orang yang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri, dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 98 ayat (1) menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan,
Pasal 105:
“Setiap pelaku usaha perkebunan yang melakukan usaha di atas tanah tanpa hak atau izin, dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah).”
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,
Menegaskan prinsip bahwa penguasaan tanah harus memberi manfaat bagi rakyat dan tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat adat.
“Jika ketentuan hukum ini benar ditegakkan, maka jelas siapa sebenarnya pelaku pelanggaran. Jangan biarkan hukum menjadi tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujar Komda LP-K.P.K Eliasib., dengan nada tegas.
Kritik Pedas untuk FaktaDelik.com
Komda LP-K.P.K Sulbar juga menyayangkan sikap FaktaDelik.com yang dianggap mengabaikan prinsip dasar jurnalisme berimbang.
Mereka menilai berita tersebut disusun hanya berdasarkan satu sumber dan berpotensi memprovokasi konflik horizontal di tengah masyarakat.
“Kami hormati kebebasan pers, tapi berita harus diuji. Jangan jadikan WhatsApp sepihak sebagai dasar tuduhan publik. Wartawan seharusnya turun ke lapangan, melihat realita, bukan sekadar menyalin opini,” ujarnya.
Pihak Komda menegaskan tiga tuntutan kepada FaktaDelik.com:
-Menurunkan tim investigasi langsung ke lapangan untuk memverifikasi fakta;
Memberikan hak jawab resmi masyarakat Pasangkayu; dan
– Meninjau ulang pemberitaan yang sudah tayang, agar sesuai dengan prinsip cover both sides sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik dan Pasal 1 ayat 11 UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Desakan Penegakan Hukum yang Adil
Lebih lanjut, Komda LP-K.P.K mendesak Satgas PKH dan aparat penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam menegakkan hukum.
“Kami tidak anti terhadap penegakan hukum. Tapi jika hukum hanya menjerat rakyat kecil sementara korporasi besar bebas, itu bukan lagi penegakan hukum — itu penghianatan terhadap keadilan,” tegasnya.
Komda LP-K.P.K juga mendukung langkah Satgas PKH dalam penyitaan lahan, namun menuntut agar penegakan hukum tidak berhenti pada papan plang, melainkan menyentuh aktor utama perusakan hutan dan penelantaran hak rakyat.
Seruan Akhir: Jangan Butakan Nurani Bangsa
Konflik agraria di Pasangkayu bukan sekadar sengketa tanah. Ia adalah cermin ketimpangan struktural antara kekuasaan modal dan suara rakyat kecil.
“Negara harus berpihak pada rakyat, bukan pada korporasi. Jangan butakan nurani bangsa hanya demi investasi. Rakyat Pasangkayu tidak meminta lebih — mereka hanya menuntut haknya kembali,” tutup pernyataan resmi Komda LP-K.P.K Sulbar.
📍 Reporter: Tim Investigasi PengawalKebijakan.id
📍 Editor: Redaksi Nasional
📅 Rilis: 17 Oktober 2025
