
Sulawesi Barat — Pengawal Kebijakan.id. Hasil investigasi terbaru Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP.K-P-K) Provinsi Sulawesi Barat kembali mengungkap fakta mengejutkan. Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Pasangkayu yang merupakan anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL), diduga telah menanam sawit di luar kawasan Hak Guna Usaha (HGU) selama puluhan tahun.
Temuan ini diungkap langsung oleh Ketua Komisi Daerah (KOMDA) LP.K-P-K Sulawesi Barat, Eliasib, usai melakukan investigasi digital melalui situs BHUMI ATR/BPN serta peninjauan lapangan menggunakan aplikasi Sentuh Tanahku.
“Berdasarkan hasil investigasi, kami menemukan bahwa sekitar 30 hektare tanaman sawit di Afdeling Alfa Blok 10 milik PT. Pasangkayu berada di luar peta HGU tahun 1997,” ungkap Eliasib kepada wartawan PengawalKebijakan.id, Kamis (9/10/2025).
“Luas HGU yang sah menurut data ATR/BPN hanya 5.008 hektare, namun dalam praktiknya membengkak hingga 9.319 hektare. Ini indikasi kuat adanya manipulasi atau penguasaan lahan ilegal.” Selain di Afdeling Alfa, dugaan pelanggaran juga ditemukan di Afdeling Bravo Blok 16, 17, 18, 19, 21, dan 22.
Jangan Lewatkan Berita ini :
Penyerahan Lahan yang Tak Pernah DiakuiMenurut Eliasib, pihaknya juga menemukan adanya dokumen penyerahan lahan seluas 30 hektare dari Sudario, selaku Administrator (ADM) PT. Pasangkayu, kepada warga bernama Arham dan keluarganya pada tahun 2012, dan disahkan pada 2014.
Namun, hingga kini Arham mengaku tidak pernah menguasai lahan tersebut.
“Saya punya surat resmi penyerahan dari pihak perusahaan, tapi sampai sekarang perusahaan tetap mengklaim bahwa itu masih HGU mereka,” kata Arham saat dikonfirmasi di kediamannya di Pasangkayu.
“Padahal kami tahu sendiri, lokasi itu di luar peta HGU. Kami masyarakat kecil hanya ingin keadilan.
Satgas PKH Dinilai Tidak Tegas
Eliasib juga menyoroti lemahnya tindakan Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) yang hanya menyita 861,7 hektare lahan yang dirambah PT. Pasangkayu.
Menurutnya, tindakan Satgas tersebut tidak tegas karena tidak disertai penentuan titik koordinat resmi di lapangan.
“Satgas hanya pasang plang tanpa menentukan batas koordinat yang sah. Akibatnya, batas penyitaan menjadi kabur dan rawan dimanipulasi,” tegas Eliasib.
Dikawal Aparat Bersenjata Tanpa Peta Resmi pada tanggal 2 Oktober 2025, PT. Pasangkayu diketahui kembali melakukan aktivitas di wilayah sengketa dengan pengawalan aparat Brimob dan Polda Sulawesi Barat
Menurut warga, tindakan tersebut menghambat aktivitas masyarakat yang berada di sekitar areal tersebut.
“Yang lebih aneh lagi, aparat mengaku mengamankan wilayah HGU, tapi tidak bisa menunjukkan peta resmi dari ATR/BPN,” ujar Eliasib.
“Mereka hanya berpatokan pada peta internal perusahaan yang diambil dari Google Maps tanpa stempel dan tanda tangan pejabat berwenang. Itu jelas tidak sah secara hukum.”
Pelanggaran UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
Dugaan aktivitas PT. Pasangkayu yang menanam di luar HGU jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya:
Pasal 55 ayat (1):
“Setiap pelaku usaha perkebunan dilarang mengusahakan lahan perkebunan di luar izin usaha perkebunan atau di luar areal HGU yang dimiliki.”
Pasal 107:
“Setiap pelaku usaha perkebunan yang mengusahakan lahan perkebunan di luar izin usaha perkebunan atau di luar areal HGU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
“Kami akan segera melaporkan temuan ini ke Kementerian ATR/BPN dan aparat penegak hukum. Tidak boleh ada perusahaan besar kebal hukum hanya karena punya kekuatan modal,” tutup Eliasib.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT. Pasangkayu maupun Astra Agro Lestari (AAL) belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut#