Skandal PT. Pasangkayu: Dugaan Manipulasi Lahan dan Aktivitas Panen Ilegal di Kawasan Sita Negara

Spread the love

PengawalKebijakan.id, Pasangkayu —Ketua Komisi Daerah (KOMDA) Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Sulawesi Barat, Eliasib, mengungkap fakta mengejutkan terkait dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh PT. Pasangkayu, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Pasangkayu.

Dalam laporan resmi tertanggal 10 Juli 2025, PT. Pasangkayu mengklaim telah menghentikan seluruh aktivitas panen dan operasional di lahan yang dipasang plang oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) sebagai bentuk kepatuhan hukum. Namun, temuan lapangan LP-KPK menunjukkan fakta sebaliknya: hingga September 2025, aktivitas panen justru masih berlangsung di Afdeling India, kawasan yang telah ditetapkan sebagai objek sita negara.

 

“Para sekuriti dan mandor PT. Pasangkayu mengakui bahwa panen tetap berjalan atas perintah pimpinan. Ini jelas bentuk pembangkangan hukum,” tegas Eliasib.

 

Dugaan Manipulasi Data Luas Lahan

 

Lebih jauh, Eliasib mengungkap adanya dugaan rekayasa data luas lahan.

 

Satgas PKH menyita 861,7 hektare,

 

namun PT. Pasangkayu hanya melaporkan 86,71 hektare kepada Kejaksaan Negeri Pasangkayu melalui Administrator perusahaan, Gunawan.

 

Manipulasi ini diduga kuat dilakukan untuk mengurangi beban denda serta sanksi administratif yang bisa dijatuhkan akibat perambahan kawasan hutan.

 

Surat PT. Pasangkayu Justru Menuding Masyarakat

 

Ironisnya, melalui surat bernomor LECO/610/EXT/PSKY/VIII/2025 tertanggal 1 Agustus 2025, PT. Pasangkayu justru menuding oknum masyarakat Desa Ako yang disebut berafiliasi dengan kelompok LSM melakukan panen ilegal 3–5 ton per hari.

Namun bukti yang dihimpun LP-KPK menunjukkan, aktivitas panen utama justru dilakukan oleh pihak internal perusahaan itu sendiri.

 

Potensi Pelanggaran Hukum

 

Jika benar, tindakan PT. Pasangkayu dapat dijerat dengan sejumlah aturan hukum, antara lain:

 

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

 

Pasal 50 ayat (3) huruf a: “Setiap orang dilarang mengerjakan dan/atau menggunakan kawasan hutan secara tidak sah.”

 

Ancaman pidana: penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar (Pasal 78).

 

UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)

 

Pasal 17: larangan bagi korporasi melakukan kegiatan perkebunan di kawasan hutan tanpa izin.

 

Ancaman pidana: 5–15 tahun penjara dan denda Rp5–15 miliar (Pasal 94).

 

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH)

 

Pasal 69 ayat (1): larangan melakukan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

 

Ancaman pidana: 3–10 tahun penjara dan denda Rp3–10 miliar (Pasal 98).

 

Potensi Tindak Pidana Korupsi

 

Jika benar terjadi manipulasi data luas lahan dari 861,7 Ha menjadi 86,71 Ha, tindakan ini dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan negara, sebagaimana diatur dalam UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).

 

Desakan Penindakan Tegas

 

LP-KPK Sulawesi Barat menilai kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, melainkan indikasi kejahatan korporasi yang merugikan negara dalam jumlah besar.

 

“Kami mendesak Kejaksaan Negeri Pasangkayu segera mengambil langkah hukum tegas. Jangan sampai masyarakat dijadikan kambing hitam, sementara perusahaan terus menikmati hasil panen ilegal di lahan negara,” tegas Eliasib.

 

Kasus ini diperkirakan akan menjadi sorotan publik nasional, mengingat dugaan keterlibatan korporasi besar, potensi kerugian negara yang mencapai miliaran rupiah, serta praktik manipulasi data yang berpotensi menjerat pelaku dengan pasal pidana berat.

 

📌 Catatan Redaksi:

Tim investigasi Pengawal Kebijakan.id akan terus memantau perkembangan kasus ini, termasuk respons resmi dari Kejaksaan Negeri Pasangkayu dan pihak PT. Pasangkayu.

 

👉 Sumber : Pengawalkebijakan.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *